Mitrabhayangkarainobes.com/Siantar – Truk pengangkut produksi PT. Sumatera Tobacco Trading Company (PT. STTC) kedapatan gunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar bersubsidi.
Hal tersebut terlihat dari adanya puluhan truk milik PT. STTC yang sedang antri di Sentra Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Merdeka, Kecamatan Siantar Timur untuk membeli BBM Solar bersubsidi.
Beberapa orang yang bekerja di PT. STTC sebagai supir truk yakni, Arnold Turnip, Ranto Silalahi, dan Maratua Siregar mengatakan bahwa pembelian BBM solar bersubsidi itu digunakan untuk bahan bakar mesin produksi.
“Kami mengisi solar di SPBU ini setiap hari. Dalam sehari ada 18 truk. Pengisian dalam satu truk 200 liter” ucap Arnold Turnip.
Dia menjelaskan bahwa, truk yang sudah diisi dengan solar bersubsidi di SPBU nantinya akan dipindahkan ke dalam tangki bawah tanah milik PT. STTC sebagai cadangan bahan bakar mesin produksi.
“Solar yang diisi kedalam tangki truk ini nantinya dipindahkan kedalam tangki bawah tanah di pabrik untuk stok (cadangan) minyak mesin produksi. Setiap harinya sekitar 3.600 liter solar yang kami isi ke dalam tangki bawah tanah itu dengan cara disedot” jelasnya.
Dalam setiap kali pengisian ke SPBU, lanjutnya. Puluhan supir truk di awasi oleh Nalim suheri, salah satu staf di PT. STTC.
Mengetahui hal tersebut, Ketua Aktivis Buruh Sumatera Utara, Indra Syahputra mengatakan bahwa, dengan menggunakan solar bersubsidi, maka PT. STTC melanggar Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
“Dengan menimbun BBM solar bersubsidi PT STTC sudah menyalahi Praturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 pasal 18 ayat (2) yang mengatakan Badan Usaha dan/atau masyarakat dilarang melakukan
penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan
Jenis BBM Tertentu (solar) bersubsidi” ujarnya.
Indra juga mengatakan, pelanggaran yang dilakukan perusahaan raksasa tersebut dapat dipidana.
“Penyalahgunaan BBM bersubsidi melanggar Pasal 55 juncto Pasal 56 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar” katanya, Senin (18/4/2022).
Untuk diketahui, dalam keterangan resminya Menteri Perindustrian, Selasa (12/4/2022) lalu, Agus Gumiwang Kartasasmita, menegaskan agar pelaku industri tidak mengkonsumsi solar bersubsidi dalam proses produksi, pembangkit listrik, maupun transportasi angkutnya. Hal tersebut bertujuan agar pasokan BBM tersebut tepat sasaran atau dapat memenuhi kebutuhan yang berhak.
Puhaknya juga telah meminta kepada masing-masing direktorat di lingkungan Kemenperin untuk menghimbau kepada seluruh sektor binaannya agar tidak menggunakan BBM bersubsidi. Kalau perusahaan industri masih menggunakan BBM bersubsidi, akan ada sanksi tegas. (Tim/red).
Discussion about this post